JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menerjemahkan arahan Presiden RI Joko Widodo terkait program penanganan stunting. Program tersebut kemudian diakselerasi melalui skema digital melalui penerapan Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE).
“Tadi kami para menteri terkait telah mendapat arahan Presiden Jokowi. Beliau sangat concern soal penanganan stunting karena ini kaitannya dengan masa depan generasi. Indonesia Emas 2045 diantaranya harus disiapkan, termasuk dengan menuntaskan masalah stunting,” ujar Anas usai Rapat Terbatas Percepatan Penanganan Gangguan Tumbuh Kembang Anak (Stunting) melalui SPBE bersama Presiden RI, di Istana Negara, Senin (02/01).
Hingga 2021, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen. Pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun menjadi 14 persen pada 2024. “Perpres Arsitektur SPBE telah terbit, dan ini menjadi pendoronng yang luar biasa untuk kita kejar peningkatan digitalisasi pemerintah di semua lini, termasuk dalam penanganan stunting yang ditargetkan turun 14 persen pada 2024,” ujar Anas.
SPBE sendiri adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada instansi pemerintah, aparatur sipil negara, pelaku bisnis, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya.
Mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut mengatakan, pemanfaatan layanan digital nasional dalam penanganan stunting menjadi hal yang mutlak dilakukan. “Dalam arsitektur SPBE terdapat skema manajemen pengetahuan di mana inovasi penanganan stunting bisa dibagi pakai oleh daerah lain,” ujar Anas.
Presiden Jokowi, lanjut Anas, telah secara cermat mendesain tata kelola birokrasi untuk penanganan stunting. “Siapa mengerjakan apa, cascadingnya jelas, pohon kinerjanya seperti apa, sudah terpetakan. Dengan sentuhan digital, kami yakin penanganan stunting bisa diakselerasi,” ujar Anas.
Saat ini telah dipetakan kabupaten/korta dengan tingkat prevalensi stunting tertinggi, yang ditautkan dengan tingkat kematangan SPBE-nya.
“Jadi sekarang dalam proses dipadukan, mana kabupaten/kota dengan prevalensi stunting tinggi dan mana yang tingkat kematangan SPBE-nya cukup baik. Karena nanti penanganan stunting akan di-drive dengan pendekatan digital biar efektif. Targetnya terpilih 50-100 kabupaten/kota yang akan menerapkan program penanganan stunting berbasis digital. Contoh-contoh baik inovasinya sudah disiapkan, seperti dari Sumedang, yang nanti direplikasi,” beber Anas.
Kementerian PANRB, lanjut Anas, telah melakukan simulasi tata kelola birokrasi penanganan stunting di daerah, termasuk intervensi tambahan nutrisi yang ideal. “Jadi ketersediaan anggaran di masing-masing kabupaten/kota untuk penanganan stunting akan masuk dalam penilaian Indeks Reformasi Birokrasi yang setiap tahun dievaluasi Kementerian PANRB. Jadi daerah yang memiliki program stunting secara baik, Indeks Reformasi Birokrasi-nya akan mendapat poin tambahan,” ujar Anas.
Dan untuk memberi dampak ke ekonomi lokal, maka intervensi nutrisi ini harus berbasis pangan lokal. “Nanti pengadaannya LKPP bisa mendukung, karena sudah ada e-Katalog Lokal yang telah lebih mudah daripada sebelumnya. Jadi intervensi nutrisinya bisa sekaligus berdampak ke ekonomi lokal. Skema tata kelola birokrasi penanganan program ini disusun Kementerian PANRB,” papar Anas.
Anas menambahkan, penanganan stunting masuk dalam skema Reformasi Birokrasi Tematik Penanganan Kemiskinan yang digalang Kementerian PANRB. “Sesuai arahan Presiden Jokowi, reformasi birokrasi harus berdampak, maka kita susun yang namanya Reformasi Birokrasi Tematik Penanganan Kemiskinan yang mengelaborasikan tata kelola birokrasi agar berdampak pada akselerasi penurunan kemiskinan. Di dalam masalah kemiskinan, ada tantangan-tantangan yang beririsan seperti stunting,” pungkasnya. (HUMAS MENPANRB)