Tembilahan – Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Tembilahan Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), bernama Saruji dilaporkan ke Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Inhil, beberapa hari lalu. Saruji diadukan ke Saber Pungli yang diketuai Wakapolres Inhil, Kompol Rizki Hidayat, oleh Ketua PPWI Inhil, Rosmely, karena Kepsek tersebut diduga kuat telah melakukan praktek pungli dengan dalih jual baju-baju seragam kepada siswanya.

Surat DPC PPWI Inhil dengan perihal Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Pungli tertanggal 25 September 2024 itu telah diterima oleh staf administrasi penerimaan surat di Sekretariat Saber Pungli Inhil. Dalam surat tersebut disebutkan nama Saruji, Kepala Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 01 Tembilahan Hulu sebagai terlapor.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, mengatakan bahwa dirinya sangat mendukung langkah hukum yang dilakukan pengurus PPWI Inhil dalam menyikapi setiap fenomena tidak amanah yang dilakukan para penyelenggara dan pengguna anggaran negara di wilayah Inhil. Dalam kasus pungli yang disinyalir dilakukan oleh oknum kepala sekolah itu, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini menyatakan kekecewaan mendalam atas perilaku buruk sang kepala sekolah yang dicapnya sebagai dedengkot pungli tersebut.

“Sebagai seorang pendidik yang pernah bertugas sebagai Guru PMP-Kn di SMP Negeri Sapat, Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, pada tahun 1990-1993, saya sangat kecewa dan menyayangkan perilaku oknum kepsek, sang dedengkot pungli itu. Guru merupakan sosok teladan yang akan digugu dan ditiru oleh anak didiknya. Jika pemimpin guru di sebuah sekolah saja sudah menyimpan sifat buruk dan berperilaku menyimpang dari peraturan yang ada, maka jangan heran jika anak muridnya kelak menjadi polisi pemeras, pegawai dan pejabat korup, pengusaha mafia, preman pemalak, dan seterusnya,” jelas Wilson Lalengke kepada media ini saat dimintai komentarnya, Senin, 30 September 2024.

Tokoh pers nasional yang dikenal sangat anti korupsi ini selanjutnya berharap agar pihak aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap yang bersangkutan. Hal ini sangat penting dilakukan agar para kepala sekolah di daerah tersebut segera menghentikan aksi pungli yang selama ini tersiar masih sering dijumpai di sekolah-sekolah di sana.

“Kita harus serius menangani masalah ini. Bibit generasi pungli akan terus bertumbuh jika perilaku pungutan liar di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat paling rendah di taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi tidak diberantas. Pungli itu sangat membebani dan merusak perekonomian sebuah bangsa karena akan merembet ke semua lini, seperti biaya hidup yang tinggi bagi masyarakat. Karena anaknya dipungli sekolah, maka seorang pedagang menaikan harga dagangannya. Sebagian orang tua bahkan bisa melakukan hal-hal yang tidak pada tempatnya untuk dapat memenuhi kebutuhan pungli si dedengkot pungli di sekolah, dan seterusnya, dan lain-lain,” terang Wilson Lalengke sambil mengatakan bahwa saat dirinya bertugas di Sapat berpuluh tahun lalu, dirinya justru membantu anak tidak mampu di kecamatan itu untuk sekolah, mengangkat 3 orang anak asuh, walau gajinya sebagai guru hanya Rp. 61.000,-

Lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, The Netherlands, dan Linkoping University, Sweden, itu mengatakan bahwa dirinya sangat prihatin atas fenomena hedon, rakus, dan tamak yang dipertontonkan dengan amat vulgar oleh sebagian besar pendidik belakangan ini. Tidak terlihat lagi sifat dan perilaku hidup sederhana dalam keseharian guru seperti yang dicontohkan para guru di jaman dahulu.

“Saat kuliah di Belanda, saya sering diundang ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan Indonesia kepada para siswa dan guru-gurunya. Saya tidak pernah lihat ada mobil atau sekadar sepeda motor parkir di sekolah mereka. Yang banyak itu sepeda. Guru-gurunya pakai sepeda ke sekolah. Keadaan seperti ini juga sama dengan di Inggris dan Swedia; di Jepang yang terkenal sebagai negara pengekspor mobil ke Indonesia, guru-gurunya sangat jarang yang pakai mobil ke sekolah. Di kita malahan merasa gengsi jika tidak pakai mobil atau motor. Akhirnya segala cara dilakukan untuk dapatkan tambahan dana, antara lain jualan buku, baju seragam, les belajar tambahan, bahkan transaksi nilai raport. Sangat menyedihkan!” ujar Wilson Lalengke sedih.

Dalam kasus Kepsek SMP Negeri 1 Tembilahan, Saruji, yang telah dilaporkan tersebut, pendiri dan pemilik SMK Kansai Pekanbaru ini mendesak Wakapolres, Kompol Rizky Hidayat, untuk segera merespon surat pengaduan masyarakat yang dikirimkan Ketua DPC PPWI Inhil, Rosmely, pada 25 September 2024 lalu. “Saya minta Wakapolres Inhil selaku Ketua Tim Saber Pungli Inhil agar segera bertindak, menyelidiki dan menuntaskan kasus ini, sebelum penyakit pungli di sekolah-sekolah di Inhil makin mewabah kemana-mana,” pungkas Wilson Lalengke sambil mengucapkan terima kasih kepada Wakapolres Inhil atas atensinya. (TIM/Red)