Murung Raya – Kesulitan dan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) Eceran jenis pertalite di Kabupaten Murung Raya diduga kuat disebabkan oleh adanya praktik penimbunan yang dilakukan oleh beberapa oknum. Oknum-oknum tersebut diduga bekerja sama dengan pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), sehingga menyebabkan keresahan di kalangan masyarakat yang sangat membutuhkan BBM. Masyarakat harus rela mengantri panjang untuk mendapatkan BBM bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah.

Salah satu SPBU di Jalan Sudirman, Kota Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, diduga terlibat dalam melayani konsumen yang melakukan penimbunan BBM bersubsidi. Saat investigasi dilakukan oleh awak media pada Minggu (15/09/2024), terlihat jelas adanya pengisian BBM menggunakan mobil pick-up, yang kemudian dialihkan ke dalam jeriken.

Seorang warga yang ikut mengantri (yang tidak mau disebutkan namanya) mengungkapkan kepada media bahwa penimbunan BBM bersubsidi merupakan pelanggaran hukum yang diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pelaku penimbunan terancam pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Jika pelaku tidak mampu membayar denda tersebut, maka dapat digantikan dengan kurungan penjara.

Ketentuan ini berlaku bagi setiap pelanggaran dalam bidang pengolahan dan penjualan BBM bersubsidi, yang diatur dalam Bab IX, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga memberikan ancaman pidana kepada mereka yang sengaja membantu pelaku kejahatan, memberikan sarana, atau memfasilitasi terjadinya tindak pidana.

Penyalahgunaan penjualan BBM bersubsidi sangat berdampak pada perekonomian masyarakat, terutama di sektor usaha mikro. Salah satu contohnya adalah di SPBU Puruk Cahu, di mana penimbunan menyebabkan antrian panjang dan BBM cepat habis, sehingga harga eceran di wilayah tersebut melonjak tajam.

Pemerintah Daerah Murung Raya seharusnya melakukan pengawasan ketat terhadap penjualan BBM bersubsidi untuk mencegah penyimpangan yang merugikan masyarakat. Pengawasan ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk:

  1. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu.
  2. Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018.
  3. Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran BBM.
  4. Surat Direktur Pemasaran Pertamina Region IV Nomor 179/F14400/2019-S3 tentang Penyaluran BBM di Lembaga Penyalur.
  5. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
  7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian BBM.
  11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. (Red)