Tamiang Layang – Kepala Desa (Kades) dan warga RT 03 Dusun Juwung Marigai Desa Janah Jari Kecamatan Awang Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah, memastikan tidak ada pencaplokan atau penyerobotan lahan gereja maupun warga di RT tersebut oleh perusahaan perkebunan sawit PT Ketapang Subur Lestari atau KSL.
Fakta ini terungkap setelah wartawan melakukan penelusuran dan penggalian informasi terkait sorotan GMNI dan PMKRI Kalteng beberapa waktu lalu yang menyebutkan Hak Guna Usaha atau HGU PT KSL mencaplok gereja di desa tersebut.
Kendati demikian, mereka mengakui saat pengukuran tanah oleh BPN untuk program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) terungkap bahwa 8 rumah warga dan bangunan gereja di Dusun Juwung Marigai masuk dalam HGU yang saat ini dikuasai PT KSL sehingga mereka tidak dapat membuat sertifikat atas tanah tersebut.
Kades Janah Jari Dikianto Utiu, menjelaskan, 8 buah rumah warga dan gereja di RT 03 masuk HGU PT KSL namun dia membantah informasi pencaplokan apalagi penggusuran lahan gereja maupun pemukiman warga di desa yang dipimpinnya.
“Tidak ada pencaplokan, hanya saja gereja dan rumah warga di RT 03 masuk dalam HGU PT KSL, karena itu kedepan kami berharap pemerintah kabupaten bisa membantu agar rumah warga dan gereja di RT 03 bisa dikeluarkan dari HGU sehingga mereka dapat mengurus sertifikat tanah,” kata Dikianto yang diwawancarai di rumahnya, Rabu 8 September 2021.
Ditambahkan Habionoto Arman, salah satu warga yang lahannya masuk HGU PT KSL “Ini memang kesalahan dari perusahaan pemilik HGU yang pertama, sedangkan kesalahan dari PT KSL mereka tidak melakukan sosialisasi kepada warga saat melakukan take over sehingga tidak pernah ada yang tahu bahwa tempat kami ini masuk HGU”.
Sebelumnya, Senior Manager Corporate Affair CAA Grup (yang membawahi PT KSL), Raden Agus Hiramawan menegaskan PT KSL tidak pernah mencaplok, menyerobot apalagi niat menggusur lahan maupun bangunan gereja di RT 03 Desa Janah Jari.
“PT KSL tidak pernah mempermasalahkan keberadaan gereja apalagi berniat menyerobot dan menggusur, sebenarnya gereja di RT 03 itu sepengetahuan kami dibangun jauh setelah HGU keluar,” ujar Raden via sambungan telepon.
Dia menuturkan, PT KSL sebagai pemegang HGU selama ini tetap menjalankan kewajiban terhadap pemerintah namun tidak pernah berniat mencaplok apalagi mengelola lahan gereja maupun 8 rumah warga di RT 03 yang masuk dalam HGU. Proses perolehan HGU dari pemilik lama, lanjut Raden, juga sudah sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Sekalipun lahan itu kami tidak kelola selama ini kami tetap melaksanakan kewajiban yang melekat sebagai pemegang HGU, jadi kami tidak diuntungkan apa-apa dengan masuknya rumah warga dan gereja dalam HGU,” tegasnya.
Hingga saat ini, kata Raden, pihaknya juga belum pernah menerima usulan dari pengurus gereja atau pihak lain untuk melepaskan lahan dan bangunan gereja itu dari HGU PT KSL dan hubungan dengan masyarakat selama ini harmonis saja.
Terkait gagalnya warga membuat sertifikat hak milik atas tanah yang masuk dalam HGU PT KSL, dia menilai bahwa hal itu sudah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku karena berada dalam HGU perkebunan.
“Terkait tuntutan dan keinginan lahan gereja maupun pemukiman warga dikeluarkan dari HGU, itu domainnya pemerintah untuk menjawabnya sesuai proses dan aturan serta perundangan yang berlaku, dan kami tegaskan sekali lagi bangunan gereja dan bangunan lainnya itu kan sudah masuk dalam HGU saat kami take over dari perusahaan pemilik HGU sebelumnya. Namun Kami yakin untuk mengeluarkan dari HGU tentu ada proses yang harus dilalui sesuai dengan peraturan dan perundangan sebagaimana saat proses pemilikan HGU,” tambah Raden. (Ahmad Fahrizali)