Oleh: Brigjen TNI Bangun Nawoko, Danrem 174/Atw Merauke
Hari ini kita telah berada di Bulan Desember, bulan yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Papua dan Indonesia. Bulan yang secara umum merupakan bulan kebahagiaan bagi sebagian masyarakat Papua yang ingin merayakan Natal dan Tahun Baru dengan kegiatan ibadah dan perayaan damai, namun sekaligus juga merupakan bulan kewaspadaan dan kekuatiran karena dianggap sebagai hari kemerdekaan bagi sekelompok orang, dan biasanya berpotensi memicu tindak-tindak kekerasan yang merugikan masyarakat. Situasi seperti ini sudah berlangsung selama puluhan tahun dan hingga saat ini belum ditemukan formulasi yang paling tepat untuk menyelesaikannya.
Pergantian pimpinan TNI dan TNI AD secara bersamaan yang diiringi oleh semangat perubahan paradigma dalam penyelesaian masalah Papua dengan mengedepankan cara-cara damai dan merangkul masyarakat baik oleh pimpinan TNI maupun TNI AD, direspon secara positif oleh banyak pihak. Kebijakan baru yang diterapkan oleh pimpinan TNI dan TNI AD yang selama ini menjadi salah satu stakeholder utama penanganan konflik Papua, seolah-olah memberikan angin segar bagi upaya penyelesaian masalah Papua secara komprehensif dan tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan TNI dan TNI AD memiliki komitmen yang kuat untuk menjabarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 sebagai pedoman bagi Kementerian dan Lembaga Negara untuk mengambil langkah-langkah terobosan, terpadu, tepat, fokus, dan sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mewujudkan masyarakat Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang maju, sejahtera, damai, dan bermartabat di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Inpres tersebut, Panglima Tentara Nasional Indonesia diberikan instruksi oleh Presiden RI untuk: a. Memberikan dukungan pengamanan dalam rangka Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; b. Mendukung pemerintah daerah dalam penyediaan pelayanan dasar dan pelayanan pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan negara, dan pulau-pulau kecil dan komunitas adat terpencil; dan c. Membangun komunikasi sosial yang inklusif dengan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok-kelompok strategis Papua dalam mewujudkan pendekatan dan kebijakan pembangunan yang tepat.
Sejatinya, sinergi atau harmonisasi upaya penyelesaian masalah dan pembangunan
wilayah Papua merupakan frasa yang telah lama digaungkan untuk segera menuntaskan
persoalan yang telah berlangsung lebih dari setengah abad serta masih menyimpan potensi
besar terjadinya disintegrasi. Namun demikian, realisasi dari upaya tersebut hingga saat ini
masih belum terlihat secara nyata dan menghasilkan perubahan yang signifikan. Ego sektoral dan mindset para aparat ditugaskan di wilayah Papua masih disinyalir menjadi salah satu kendala utamanya, disamping berbagai kendala yang berasal dari masyarakat Papua sendiri terkait dengan keterbelakangan kualitas SDM dan berbagai persoalan kultural lainnya. Papua juga masih dipersepsikan identik dengan kekerasan dan terror, sehingga menimbulkan ketakutan bagi para aparatur sipil Negara untuk bertugas disana, dan disisi yang lain mendorong aparat keamanan untuk cenderung berpikir, bersikap dan bertindak represif dengan mengedepankan langkah kekerasan.
Jika kita ingin menyelesaikan masalah dan membangun Papua dengan harmonisasi aspek kesejahteraan dan keamanan, maka diperlukan komitmen yang kuat dan selaras antar kementerian dan lembaga, termasuk TNI, serta diimplementasikan secara nyata. Anggaran pembangunan daerah dan masyarakat tentu saja berada pada kementerian dan lembaga melalui dinas-dinas dan badan yang ada di daerah, sedangkan TNI memiliki tenaga para prajurit yang melaksanakan tugas pengamanan perbatasan maupun pada Babinsa yang tersebar hingga ke wilayah-wilayah terpencil yang seringkali tidak terjangkau oleh petugas dari dinas maupun badan terkait. Jika semuanya memiliki komitmen yang sama, maka kondisi tersebut dapat diintegrasikan menjadi sebuah upaya terpadu yang harmonis dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas SDM masyarakat Papua.
Dari sisi aparat keamanan, sambil melaksanakan tugas pengamanan wilayah perbatasan maupun daerah rawan di Papua, para prajurit TNI juga melakukan kegiatan untuk mengisi kekosongan para petugas dari dinas dan badan yang bertanggung jawab membangun masyarakat di berbagai bidang. Para prajurit TNI seringkali menjadi guru di sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar formal dari dinas pendidikan, mengajari dan melakukan pendampingan dalam bidang pertanian kepada masyarakat di sekitar pos
pengamanan, melakukan inovasi untuk mengatasi kesulitan sarana penerangan dan kesulitan air bersih, mengisi kekosongan petugas lintas batas (imigrasi, bea cukai dan karantina) serta membina potensi-potensi pemuda yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab dinas terkait di pemerintahan daerah. Namun itu semua dilakukan secara terbatas sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan waktu yang ada.
Di sisi yang lain, gangguan keamanan yang terus dilakukan oleh kelompok bersenjata kepada aparatur sipil dan pihak-pihak swasta yang bekerja membangun Papua telah menyebabkan kekuatiran yang tinggi sehingga mereka enggan untuk melanjutkan tugasnya. Akibatnya, terjadi ketidak sinergian dan kesinambungan upaya lintas sektoral yang seharusnya menjadi kunci keberhasilan penyelesaian masalah Papua. Jika semua pihak memiliki komitmen, spirit dan goodwill yang sama, maka seharusnya ketersediaan anggaran di kementerian dan lembaga yang tidak terdukung oleh kecukupan tenaga dapat disinergikan dengan ketersediaan tenaga yang tidak didukung anggaran khusus di TNI.
Di wilayah Papua Selatan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Kolakops Korem 174/ATW Merauke, terjadi penurunan yang siginifikan terhadap frekuensi dan kualitas gangguan keamanan yang dilakukan oleh KSB sejak tahun 2020 hingga tahun 2021. Puncaknya, Pekan Olahraga Nasional (PON XX) yang diselenggarakan di wilayah Merauke dan Mimika berjalan dengan lancar, aman dan sukses tanpa gangguan dari KSB. Dinamika yang terjadi para proses perencanaan dan persiapan yang sempat memunculkan kekuatiran akan gagalnya PON XX sama sekali tidak terbukti, dan justru pesta olahraga tersebut mencerminkan sebuah keberhasilan besar dan mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Hal tersebut menjadi salah satu cerminan bahwa kedamaian dan keamanan bisa tercipta di bumi Papua jika terjadi harmoni yang sesungguhnya antara negara dan masyarakat Papua. Hal tersebut yang sedang dan terus diupayakan oleh Kolakops Korem 174/ATW Merauke untuk dijadikan pendekatan dalam pelaksanaan tugas-tugas operasi seluruh Satgas yang berada di wilayah Papua Selatan. Kehadiran Satgas TNI harus mampu menjadi bagian dari keluarga masyarakat Papua untuk bersama-sama membangun dan mengatasi berbagai persoalan yang terjadi sesuai dengan kemampuan dan batas kemampuan yang ada.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa diperlukan sebuah keberanian dalam hati, pikiran dan tindakan prajurit TNI yang melaksanakan tugas menjaga kedaulatan NKRI di Papua. Keberanian yang dimaksud disini adalah keberanian untuk mencintai, melindungi, membantu serta menjaga harkat dan martabat orang Papua. Ini mengandung makna yang luas serta membutuhkan konsekuensi perubahan mindset para unsur pimpinan beserta seluruh prajurit yang mendapatkan kehormatan untuk bertugas menjaga kedaulatan NKRI di Papua.
Para prajurit TNI yang akan melaksanakan tugas menjaga kedaulatan NKRI di Papua harus mau merubah mindset nya dengan tidak mengedepankan cara berpikir kekerasan dan berorientasi pada kuantitas “kontak” dengan kelompok bersenjata serta hasil yang didapatkan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas. Jika sasaran akhirnya adalah dimenangkannya hati dan pikiran rakyat, maka ketiadaan gangguan dari kelompok bersenjata di wilayah penugasan suatu satuan dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap satuan tersebut justru seharusnya dijadikan sebagai ukuran keberhasilan, bukan malah dianggap bahwa satuan tersebut malas melakukan patroli dan sebagainya.
Kebijakan Negara yang disampaikan oleh Presiden dan Wapres RI untuk lebih mengedepankan pendekatan kesejahteraan yang diharmonisasi dengan pendekatan keamanan harus benar-benar dijabarkan dan diimplementasikan oleh seluruh stakeholder terkait, termasuk TNI secara konsisten dalam pelaksanaan tugasnya di wilayah Papua. Seluruh stakeholder termasuk para prajurit TNI yang bertugas di Papua harus benar-benar memiliki keberanian untuk merubah mindset dalam melaksanakan tugasnya. Masyarakat Papua bukanlah musuh yang harus diperangi, melainkan saudara kandung yang harus dicintai, dilindungi, dibantu dan dijaga harkat dan martabatnya. Jika keberanian tersebut dapat dibangun dengan sungguh-sungguh dalam hati dan pikiran semua pihak yang melaksanakan tugas di Papua, maka keberhasilan tidak akan sulit untuk dicapai.
Kemajuan-kemajuan pembangunan dan kesejahteraan serta keterbukaan masyarakat Papua dari keterisolasian diharapkan sedikit demi sedikit dapat membawa manfaat bagi keterbukaan mindset masyarakat Papua untuk terus membangun dirinya. Kebijakan pimpinan TNI dan TNI AD untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat, selaras dengan filosofi kemenangan dalam sebuah perang, bahwa kemenangan terbesar dari sebuah peperangan adalah jika kita bisa memenangkannya tanpa harus bertempur. (*)